Dongeng dari Desa Gunung Menang : PUTRI TEPIAN MANGGIS

Alkisah disebuah perkampungan yang kecil tetapi asri dan yang bernama Gunung Menang,hiduplah salah satu keluarga sederhana yang mempunyai seorang putri cantik berkulit hitam manis.Gadis ini tidak hanya manis apabila dipandang tetapi manis juga dalam bertutur sapa dan sangat ramah serta bersahabat dengan lingkungan dan tetngga sekitar.Putri yang baik ini akrab dipanggil Putri Tepian Manggis karena putri ini selain cantik ia juga pintar,jadi banyak dari kalangan remaja putri dan ibu-ibu yang senang bergaul dan bercerita mengadukan permasalahan mereka kepada sang putri,makanya mereka menjuluki sang putri 'Tepian' yang berarti labuan disaat suka dan duka.Dalam bahasa setempat tepian juga berarti tempat pemandian masyarakat sebagai tempat menyegarkan diri,sedangkan 'Manggis' diambil karena sang putri berkulit hitam manis dan baik hati.Ibarat kata pepatah ada siang ada malam,ada baik ada jahat,maka di desa Gunung Menang juga begitu mereka mempunyai seorang putri yang cantik,suka menolong,dan baik hati tetapi mereka juga mempunyai seorang pemuda atau putra yang tampan tetapi buruk perangai atau tabiatnya yang selalu mau menang sendiri makanya ia dijuluki oleh masyarakat sekitar sebagai Putra Tepian Kemang.
Sang Putra rupanya jatuh cinta kepada sang Putri.Sang Putra bermaksud ingin meminang sang putri.Sebenarnya didalam hati sang putri tidak suka akan dijadikan istri oleh sang putra,akan tetapi sang putri tidak kuasa untuk menolak.Akhirnya sang putri mengajukan syarat yang menurut perkiraan sang putri,sang putra tidak bisa melakukannya.Adapun syarat yang diajukan sang putri ialah rumah sang putri didekat sungai tetapi yang menghadap ke sungai adalah bagian dapurnya,nah sang putri mau aliran sungai tersebut melewati bagian depan rumah sang putri.sedangkan rumah tetap berdiri disitu.Akhirnya sang putra berpikir berarti yang perlu dirubah bukanya rumah sang putri melainkan aliran sungai yang harus dipindahkan.Sang putra menyanggupinya.lalu sang putri mengajukan syarat lagi bahwa sang putra harus mengerjakannya tidak boleh menggunakan alat atau bantuan siapapun dan harus selesai sebelum waktu subuh.
Malam itu sang putra nekat melakukan permintaan sang putri dengan mengeruk pinggir Sungai Sebagut dengan tangan dan terus menggali agar melintasi depan rumah sang putri.Sang putri terkejut rupanya sang putra hampir selesai mengerjakannya.Putri nampak kebingungan misalkan saja sang putra mampu mengerjakannya dalam satu malamberarti ia harus rela menjadi istrinya.Pekerjaan sang putra hampir selesai sementara hari masih tengah malam.Dakam keadaan cemas dan binggung sang putri melaksanakan sholat hajat memohon do'a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi petunjuk.Rupanya do'a sang putri didengar oleh Tuhan,maka terjadilah hujan lebat disertai halilintar.Sang putra kaget hampir saja aliran sungai berubah tetapi mendadak air melimpah maka terjadilah air mengalir ke sungai yang baru saja digali sang putra.karena hujan begitu lebat maka air Sebagut juga mengalir ke aliran sungai yang lama yang tadi dibendung oleh sang putra,akhirnya aliran sungai Sebagut mengalir melalui dua aliran mengalir didepan dan dibelakang rumah sang putri.Hujan redah setelah hari sudah pagi,sang putra melihat sungai mengalir melalui dua aliran  maka sang putra merasa gagal.Karena kejadian tersebut sang putra merasa malu dan akhirnya pergi merantau meninggalkan kampung Gunung Menang.Dikemudian hari sang putri menikah dengan sang seorang pemuda pilihan hatinya dan hidup bahagia.
Sampai sekarang aliran sungai tersebut dapat kita jumpai di Tepian Manggis Kampung I Desa Gunung Menang Kecamatan Penukal.
Dan sampai sekarang masyarakat Gunung Menang menghormati tamu pendatang (rantauan) konon mereka berharap agar sang putra yang merantau ke negeri orang juga mendapat pertolongan dari penduduk setempat.

(Gunung Menang,03 Mei 2007)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3.3.a.10.1. Forum Berbagi Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

CERPEN “Pilihan Cinta dalam Kehangatan Persahabatan"

#puisi Terbayang Luka